SEKILAS TENTANG KARANTINA TAKHTIM
Karantina Takhtim merupakan salah satu program yang ada di Pondok Pesantren Hamalatul Qur’an Jogoroto Jombang. Program ini dikhususkan bagi santri Hamalatul Qur’an yang ingin lebih intens dalam menghafal Al-Qur’an. Adapun ketentuan dari program ini adalah:
-
Peserta program adalah santri tahfidz murni di Pondok Pesantren Hamalatul Qur’an.
-
Peserta diperbolehkan mendaftar program dengan persyaratan perolehan hafalan minimal 10 juz, dan dipersilahkan mulai mengikuti program jika perolehan hafalan di atas 15 juz.
-
Menyelesaikan setoran binnadzar 30 juz kepada pengasuh sebelum mengikuti program.
-
Berkomitmen mengikuti program karantina hingga selesai dan siap dikeluarkan dari program jika tidak memenuhi standar minimal keaktifan proses belajar (perolehan setoran minimal 1,5 juz/minggu).
-
Menyelesaikan khotmil qur’an binnadhar 7 kali dalam waktu 7 hari sebelum memulai setoran.
-
Tidak ngobrol, nongkrong, dan sejenisnya yang bisa mengganggu kelangsungan aktifitas program karantina.
-
Melanjutkan setoran muroja’ah kepada Pengasuh pasca program karantina.
Kegiatan harian yang diberlakukan dalam program ini sama dengan kegiatan harian di Pondok Pesantren Hamalatul Qur’an hanya saja ketika mengikuti program ini para santri dipersilahkan menyetorkan hafalannya sewaktu-waktu kepada pembimbing karena pembimbing selalu siap sedia mendampingi peserta program.
Program ini tidak dipungut biaya dan ditempatkan di asrama khusus, tepatnya di Dusun Sumberpenganten, Desa Jogoroto, Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang. Penanggung jawab program ini, Ustadz M. Mujib mengatakan:
Selama mengikuti program ini, para santri dituntut untuk lebih fokus menghafal dengan target-target tertentu, bagi para santri yang tidak memenuhi target karena tingkat keaktifan yang kurang, maka akan dikembalikan ke asrama pusat Pondok Pesantren Hamalatul Qur’an, rata-rata santri yang menghafal di sini selesai dalam waktu 2-3 bulan saja.
Dari hasil observasi yang dilakukan, para santri di asrama karantina memang lebih terkondisikan, di samping jumlah pesertanya yang terbatas (maksimal 30 peserta), juga penempatan peserta yang ada dalam satu lokasi rumah, sehingga memudahkan dalam pengawasan dan pengontrolan aktivitas harian santri.
Namun demikian, kontrol Pembina pada peserta program karantina terkadang kurang maksimal karena minimnya tenaga pengkondisian dan keterbatasannya, sehingga di waktu-waktu tertentu (seperti waktu non setoran) para santri yang memiliki tingkat kesadaran dan kemauan rendah cenderung mencuri kesempatan.