Jogoroto.com – Wisuda Hafidz, merupakan suatu perayaan bagi seseorang yang telah dianggap berhasil menyelesaikan program menghafal Al-Qur’an di suatu lembaga. Hal ini tentunya menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi seorang yang telah berhasil menggapainya.
Berbeda dengan wisuda di sekolah atau universitas, wisuda Hafidz terkesan lebih mengharukan bagi para peserta maupun walinya. Karena hal ini merupakan kesuksesan seseorang dalam menggapai prestasi dunia dan akhirat.
Sama halnya seperti di pondok pesantren Hamalatul Qur’an Jogoroto, prosesi wisuda hafidz selalu berlangsung dengan khidmat dan mengundang haru bagi para peserta, wali santri, para pengajar, dan tamu undangan yang hadir.
Lalu, apakah para peserta wisuda Hafidz di PPHQ sudah benar-benar dinyatakan selesai dalam menjalankan programnya ?
“Wisuda bukan berarti wis yo sudah, masih ada beberapa program yang harus dilalui dalam mengembangkan keilmuannya”.(28/07/2022)
Begitulah pesan yang disampaikan oleh pengasuh PP. Hamalatul Qur’an, KH. Ainul Yaqin saat menyampaikan Mauidhoh Hasanah dalam acara sema’an 30 Juz santri Lamongan (As Salam HQ).
Dalam menghadapi era globalisasi, para generasi muda dituntut agar memiliki wawasan yang luas. Begitu pula para santri di PPHQ, setelah menjalani prosesi wisuda hafidz mereka tidak dianjurkan untuk langsung kembali ke tempat asalnya masing-masing.
Pasca wisuda hafidz, para peserta akan menjalani program pengabdian yang bertujuan untuk memberi edukasi dan pengalaman sebagai bekal sebelum mereka benar-benar terjun langsung dalam pengabdian di lingkungan masyarakat.
Tak hanya itu, PPHQ juga memiliki berbagai program untuk menunjang keilmuan para santri dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Seperti program Qur’an Village (belajar bahasa Inggris), Wadil Qur’an (belajar bahasa Arab), Qur’an Sains (pembelajaran ilmu sains), dan PPS (pondok pesantren salafiyah).
Adanya beberapa program diatas, tidak membuat program tahfidz menjadi dikesampingkan. Kegiatan apapun, tidak boleh menjadi alasan yaumiyah PPHQ seperti setoran, muraqobah, dzikrul Qur’an tidak terlaksana. Kurikulum tahfidz tetap menjadi yang utama.
“Apapun programnya, tahfidz itu tetap harus diutamakan”, sambung kiai Yaqin.
Tidak seperti penghafal Qur’an di era ’80 an, kiai Yaqin berharap para santri disini selain mampu menghafal Al-Qur’an dengan baik juga bisa menguasai ilmu umum seperti bahasa asing dan sains. Hal itu bertujuan agar para santri mampu bersaing di era globalisasi.
Penulis: Makmun A. Latif
Editor: M. Maksum Ali