PPHQ- Pendiri, Pengasuh PPHQ Jogoroto, Memimpin acara yang telah menjadi rutinan setiap Malam Ahad Legi. Rutinan ini dimulai dengan khotmil Qur’an oleh para santri PPHQ yang dimulai pada jum’at malam, selesai sabtu sore dan dilanjutkan dengan waqi’ah di malam harinya (Malam Ahad) setelah ba’da sholat isyak serta dilanjutkan dengan pengajian tafsir oleh Mudir 1 Madrasatul Qur’an Tebuireng. KH Musta’in Syafi’i.
KH. Ainul Yaqin SQ, menyampaikan ” Bahwa rutinan surat waqi’ah ini sudah berjalan puluhan tahun sebelum Pondok Pesantren ini berdiri, rutinan ini pada awalnya diikuti oleh para warga sekitar dengan tujuan agar menjadi wasilah hajad-hajad-nya di istijabah oleh gusti Allah. Setelah ada Pondok ini rutinan ini di agendakan dengan ngaji tafsir oleh KH Musta’in Syafi’i setelah pembacaan surat waqi’ah selesai. Alhamdulillah rutinan surat waqi’ah dan ngaji tafsir terus berjalan sampai saat ini, dan bisa kita rasakan bersama berkah dan semoga bisa memberkahi” [07/06].
Dalam pertemuan ngaji tafsir kali ini KH Musta’in Syafi’i menyampaikan ” saya paling senang ketika berkunjung kesini dengan salah satu agenda ngaji dialog interaktif, semoga majelis ini menjadi majelis yang berkah dan terus berlanjut sampai generasi seterusnya.
رَبَّنَآ اَنْزِلْ عَلَيْنَا مَاۤىِٕدَةً مِّنَ السَّمَاۤءِ تَكُوْنُ لَنَا عِيْدًا لِّاَوَّلِنَا وَاٰخِرِنَا وَاٰيَةً مِّنْكَ
kata “iedaa” adalah pesta makan pagi (kenduren) serta menjadi subsidi makan pokok, sedangkan Idul Adha adalah makan besar dengan daging-daging yang melimpah, sehingga adanya hari tasyrik dengan tujuan daging-daging bisa dimakan dan dibagikan kepada orang-orang. Merujuk kepada kisah Nabi Adam dan Siti Hawa yang di deportasi dari surga sehingga dipertemukan kembali.
Pada Tanggal 7 Dzulhijjah hari dimana sudah dirasa antara Nabi Adam dan Siti Hawa akan bertemu kembali. Sedangkan tanggal 8 Dzulhijjah terbukti adanya sebuah hias dimana yang dihias bukan hanya fisik akan tetapi hati-pun juga di hias. Sedangkan tanggal 9 Dzulhijjah terbukti bertemu di Arafah dan di tanggal 10 Dzulhijjah, hari dimana makan besar atau pesta, hal ini terlihat bagaimana seperti skenario Tuhan yang Maha Agung, lanyaknya seorang yang akan menikah dengan segala persiapan fisiknya sampai hari dimana dipertemukan dan diadakannya pesta atau kenduren.
Sedangkan kalau Idul Adha yang banyak dibicarakan oleh orang-orang, dimana merujuk kepada kisah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as itu juga benar, karena peristiwa ini menjadi moment yang serius karena di tanggal ini dijadikan hari misterius, sehingga diatur sebaik-baiknya menjadi syariat.”
Beliau melanjutkan berkaitan dengan Idul Adha serta membuka dialog interaktif dengan para santri serta ditutup dengan pesan beliau kepada para santri bahwa “orang yang belajar Al-Qur’an tidak diajurkan untuk congkak (kurang sopan) karena hal ini sangat tidak pantas, akan tetapi tanamkanlah kesoponan, mujahadah sehingga menjadi wasilah kesuksesan. Serta mengabdilah dengan Al-Qur’an, yang dimaksud Al-Qur’an yakni berbuat dengan skill-nya dan semuanya pasti bisa serta melakukan dengan amalnya pada spesies atau ruang tempatnya. Karena lebih baik tau banyak dalam sedikit hal, dibanding tau sedikit dalam banyak hal”. [07/06/25].
Penulis: M. Lutfi Gibran